Oleh: Kamardi Aagim, A.Md
Banyak generasi muda sekarang bingung mencari kerja setelah menyelesaikan Pendidikan, baik untuk Tingkat SMK/SMA maupun Perguruan Tinggi. Inilah Fenomena yang terjadi di Indonesia saat ini. Padahal macam-macam pekerjaan sudah tersedia di gadjet mereka masing-masing.
Pemerintah dan para pakar sudah berusaha berpikir semaksimal mungkin untuk meningkatkan mutu generasi muda setelah mengenyam pendidikan di bidang tertentu dan dapat menjadi tenaga siap pakai di dalam negeri maupun luar negeri. Perihal ini tentunya berdampak positif bagi generasi muda ketika memasuki dunia kerja. Tapi faktanya hingga Februari 2024, jumlah penganguran di Indonesia mencapai 7,2 juta orang. Ini adalah PR pemerintah dan institusi pendidikan untuk mengurangi tingkat pengangguran setelah mengenyam pendidikan.
Salah satu faktor penyebab pengagguran di Indonesia masih rendahnya softskill generasi muda setelah menyelesaikan pendidikan. Softskill menurut Elfindri dkk (2011: 67), soft skills merupakan keterampilan dan kecakapan hidup, baik untuk sendiri, berkelompok, atau bermasyarakat. Tentu hal ini sudah di ajarkan oleh orang tua atau keluarga di rumah maupun di sekolah sejak mengenyam pendidikan kanak-kanak. Namun sofskill mereka tidak mampu berkembang sampai ke tahap yang di dibutuhkan untuk dunia kerja.
Untuk mengurangi penangguran, sangat penting meningkatkan sofskill generasi muda. Hal ini lebih banyak berkaitan dengan proses belajar selama mengenyamdunia Pendidikan. Beberapa cara meningkatkan softskill adalah dengan pembelajaran kolaboratif, diskusi kelas, simulasi role play, proyek layanan Masyarakat, feedback konstruktif, kegiatan ekstrakurikuler, pengajaran mindfulness, dan modelling.
Pembelajaran Kolaboratif mendorong siswa untuk bekerja dalam kelompok dalam proyek atau tugas. Ini membantu mereka belajar berkomunikasi, bernegosiasi, dan bekerja sama. Sedangkan diskusi kelas dilaksanakan dengan mengadakan diskusi dan debat di kelas untuk melatih kemampuan berbicara didepan umum, berpikir kritis, dan mendengarkanpendapat orang lain.
Role Play merupakan simulasi atau permainan peran untuk mengajarkan keterampilan sosial dan empati. Ini bisa membantusiswa memahami berbagai perspektif. Kemudian Proyek Layanan Masyarakat dilaksanakan dengan mengajak siswa terlibat dalam kegiatan sosial atau sukarela. Ini dapat meningkatkan rasa tanggung jawab, kepemimpinan, dan empati.
Feedback Konstruktif merupakan kegiatan memberikan umpan balik yang membangun pada tugas siswa. Terutama mengenai aspek komunikasi dan kerjasama, untuk membantu mereka belajar dari pengalaman. Selanjutnya Kegiatan Ekstrakurikuler dapat meningkatkan softskill siswa karena kegiatan tersebut mendorong siswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan di luar kelas. Seperti klub atau organisasi, yang dapat membantu mereka mengembangkan keterampilan interpersonal.
Pengajaran Mindfulness sangat perlu diterapkan pada siswa karena mengajarkan teknik atau manajemen stress. Hal ini dapat membantu siswa lebih baik dalam mengelola emosi dan meningkatkan kesejahteraan mental. Terakhir Modeling, yaitu menjadi contoh yang baik dengan menunjukkan softskills dalam interaksi sehari-hari. Siswa cenderung meniru perilaku yang mereka lihat.
Dengan menerapkan berbagai pendekatan ini, dapat membantu generasi muda mengembangkan softskills untuk keberhasilan di masa depan. Namun point-point di atas harus diterapkan di dunia pendidikan sejak taman kanak-kanak. Karena softskill ini akan menjadi kebiasaan pada diri mereka sendiri. Artinya ketika mereka sudah dewasa akan sulit untuk mengembangkannya karena softskill ini akan tumbuh dengan kebiasaan beraktifitas setiap harinya. ***
Beri Komentar